Terjadinya Perbedaan Penafsiran & Disharmoni Perjanjian Helsinki

http://Rajawali Times.id Makassar, 17 Juni 2025 Mengapa pernyataan Yusril Ihza Mahendra berbeda dengan pernyataan JK (Mantan Wapres), sedangkan aturan lebih rendah (Kemendagri) bertentangan dengan Undang-Undang (disharmoni). Adakah kepentingan bisnis kaum kapitalis, yang bisa dicurigai adanya politik adu domba dibalik sengketa tersebut?.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan status empat pulau yang menjadi sengketa Aceh dan Sumatera Utara hanya bisa ditetapkan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri atau permendagri.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Dia menegaskan penetapan batas wilayah dilakukan dengan permendagri, bukan Keputusan Menteri Dalam Negeri atau kepmendagri. Sehingga, sampai saat ini, pemerintah pusat belum memutuskan apa pun ihwal status empat pulau tersebut.

Pakar hukum tata negara itu menjelaskan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 baru mengatur pemberian kode pulau-pulau yang memang tiap tahun dilakukan. Dia mengatakan pengodean empat pulau yang terakhir memang didasarkan atas usulan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Namun pemberian kode pulau melalui Kepmendagri belum berarti keputusan yang menentukan pulau-pulau tersebut masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. “Sebab penentuan batas wilayah daerah harus dituangkan dalam bentuk permendagri,” ujarnya.

Yusril mengatakan Presiden Prabowo Subianto berwenang memutuskan status 4 pulau yang diperebutkan Aceh dan Sumut. Pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada daerah untuk menyelesaikan sengketa perbatasan mereka. Namun, apabila perundingan berakhir buntu, pemda yang bersengketa bisa meminta pemerintah pusat untuk penyelesaiannya.

Yusril menuturkan Perjanjian Helsinki tidak bisa dijadikan rujukan menentukan kepemilikan empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumut. Dia menambahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara juga tidak bisa menjadi rujukan.

“Perjanjian Helsinki enggak masuk. Dari UU 1956 itu juga enggak. Kami sudah pelajari hal itu,” kata Yusril.

Menurut Yusril, UU Nomor 24 Tahun 1956 tidak menyebutkan status empat pulau yang menjadi sengketa. Dia mengatakan batas wilayah itu muncul pasca-Reformasi dan setelah adanya pemekaran provinsi serta kabupaten/kota.

Sementara JK mengungkapkan: Kepemilikan Aceh atas 4 Pulau Tak Bisa Dibatalkan dengan Kepmen. Adapun mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan empat pulau yang disengketakan Aceh dan Sumut adalah milik Aceh. “Secara formal dan historis, empat pulau itu masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh,” kata pria yang akrab disapa JK itu dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Ahad, 15 Juni 2025.

JK mengatakan, secara historis, kepemilikan Aceh atas pulau itu berkaitan dengan kesepakatan perundingan Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, pada 2005.

Dalam perundingan itu disepakati perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan yang dicantumkan dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno. UU tersebut menetapkan Provinsi Aceh sebagai daerah otonom dan memisahkan wilayah tersebut dari Sumut.

“Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, bahwa itu secara historis memang masuk Aceh, Aceh Singkil, bahwa letaknya dekat Sumatera Utara itu biasa,” kata dia.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga menilai UU itu memiliki kedudukan lebih tinggi dari Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Kepmendagri itu menyatakan empat pulau tersebut adalah bagian dari Sumut. Karena itu, kepemilikan Aceh atas empat pulau itu tidak bisa dibatalkan dengan keputusan menteri. “Jadi tidak mungkin bisa dibatalkan dengan Kepmen. Kepmen tidak bisa mengubah UU,” kata JK. Terkait ajakan Gubernur Sumatera Utara (Bobby Nasution) untuk mengelola bersama empat pulau Aceh tersebut, mendapan tanggapan dari mantan Wapres Jusuf Kalla.

Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla ikut memberikan tanggapan soal ajakan Gubernur Sumatera Utara untuk mengelola bersama empat pulau Aceh yang kini tengah menjadi polemik. Tanggapan tersebut disampaikan oleh Jusuf Kalla dalam konferensi pers yang digelar secara khusus di kediamannya, di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025. SERAMBINEWS.COM).

Menurut JK, tidak pernah ada pulau di suatu provinsi yang dikelola oleh dua pemerintah daerah berbeda secara bersama-sama. “Setahu saya tidak ada pulau atau daerah yang dikelola bersama. Tidak ada, masa dua bupatinya. Masa dua, bayar pajaknya ke mana?” kata JK menjawab pertanyaan wartawan, dikutip dari tayangan Kompas TV.

*Tanggapan:*

(Hadibima (Kaha))

Tanpa mengurangi hormat sesama praktisi khususnya bang mr. Yusril 🙏🏻

Pertentangan yg terjadi antara pernyataan mr. Yusril Ihza Mahendra (YIM) dengan mr. Jusuf Kalla (JK) serta disharmoni antara aturan Kemendagri dan Undang-Undang mencerminkan tiga lapisan masalah hukum dan politik yang serius:

*1). Perbedaan Tafsir Elit Politik dan Hukum*

Yusril menilai bahwa Perjanjian Helsinki tidak bisa dijadikan rujukan penyelesaian sengketa tapal batas Aceh-Sumut karena tidak memiliki kekuatan hukum positif dlm sistem hukum nasional. Sebaliknya, Jusuf Kalla (JK) —yang terlibat langsung dalam proses perdamaian Helsinki—menganggap perjanjian itu sebagai dasar moral dan politik yg semestinya dihormati oleh negara.

> Ini menunjukkan pertentangan antara pendekatan yuridis formalistik (Yusril) dengan pendekatan historis-politis dan rekonsiliatif (JK).

*2). Konflik antara Aturan Turunan & UU*

Jika benar bahwa aturan Kemendagri bertentangan dengan UU (misalnya UU Pemerintahan Aceh atau UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang), maka hal ini merupakan *_pelanggaran prinsip hierarki_* peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam *UU No. 12 Tahun 2011*. Peraturan Menteri tidak bisa melangkahi, membatasi, atau bertentangan dengan Undang-Undang.

> Ini bentuk *_cacat formil dan materiil_* dalam peraturan yang dapat digugat.

*3). Upaya yang Dapat Dilakukan*

Beberapa langkah konkret bisa ditempuh:

– *Judicial Review ke MA atau MK*: Jika Peraturan Mendagri bertentangan dengan UU, bisa diajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Jika menyangkut tafsir UU atau konstitusi, bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

– *Evaluasi Politik dan Legislatif*: DPR, DPRD bisa membentuk Pansus Sengketa Tapal Batas untuk mendorong penyelesaian berbasis hukum dan rekonsiliasi.

– *Mediasi Nasional*: Presiden dapat mengutus tim mediasi independen untuk mendamaikan tafsir antara pusat dan daerah dengan menjadikan MoU Helsinki sebagai landasan etis.

– *Penyusunan Perpres atau Revisi PP*: Agar ada kepastian hukum yang sejalan dengan UU Pemerintahan Aceh, dapat diterbitkan regulasi baru yang mengakomodasi klausul MoU Helsinki tanpa melanggar UU.

– *Pendekatan Partisipatif dan Sosial*: Perlu dialog terbuka antara pemerintah pusat, tokoh Aceh, dan pihak-pihak yang terdampak langsung atas perubahan batas wilayah.

*Kesimpulan:*

Pertentangan tersebut memperlihatkan belum selarasnya pendekatan hukum positif dan nilai rekonsiliatif dalam menyelesaikan konflik pasca-damai. Dibutuhkan pendekatan komprehensif: secara hukum, politik, dan sosial. Jika tidak ditangani dengan bijak, ia bisa memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemerintahan pusat. (HK)

Terkait ajakan Gubernur Sumatera Utara (Bobby Nasution) kepada pemerintah Aceh untuk mengelola bersama empat pulau Aceh yang menjadi sengketa tersebut, dapat diduga jika ada kepentingan dagang (bisnis) yang menggiurkan dari ke-empat pulau tersebut. Atau bisa saja akan dijadikan objek proyek strategis nasional (PSN), seperti PIK. 1 & 2 di Provinsi Banten. Sebab dengan alasan keamanan investasi kalau tetap dibawah kekuasaan Pemda Aceh, mungkin pihak ketiga dalam hal ini penanam modal (kapitalis) berpikir untuk menanamkan modalnya. (ARK) ” Ungkap Achmad Ramli Karim

(Pemerhati Politik & Pendidikan)

Editor: Denilo Lefarando

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *