http://Rajawali Times.id Makassar, 13 Juni 2025 Keputusan politik adalah pilihan yang dibuat dalam konteks politik, seringkali untuk mencapai tujuan tertentu atau merespon masalah yang ada. Kebijakan publik, di sisi lain, adalah hasil dari keputusan politik yang telah dikonfirmasi dan diterapkan secara resmi oleh lembaga negara, untuk mengatur dan mengarahkan aktivitas masyarakat demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan pejabat publik adalah seseorang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada Badan Publik. Jabatan ini melekat pada individu yang telah menjadi bagian dari badan publik tersebut, bukan pada seseorang yang masih calon pejabat publik.
Oleh karena itu seorang pejabat publik (pemerintah) dalam pengambilan kebijakan publik sebagai hasil dari keputusan politik, harus berlandaskan nilai-nilai luhur pandangan hidup bangsa (Pancasila), khususnya Sila Ketuhanan YME untuk diterapkan secara resmi oleh lembaga negara. Adapun nilai utama yang terkandung dalam Sila pertama pancasila tersebut, adalah nilai-nilai moral dan religius sebagai pandangan dan pedoman hidup umat beragama di Indonesia. Karena nilai-nikai tersebut menjadi ukuran penilaian objektivitas tentang kebenaran ilmiah (akal/logika) dan kebenaran spritual (iman & keyakinan) WNI baik dalam tatanan hidup bermasyarakat maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara. .
Kebenaran ilmiah dapat diselidiki dengan metode yang logis, tetapi kebenaran spritual yang menjadi acuan dan landasannya.
Bagaimana suatu pandangan hidup dan spiritual bisa menjawab rasa haus rohani dan nurani manusia, yang tidak bisa dipahami oleh logika dan pikiranan manusia melainkan oleh iman dan tagwa dalam setiap keputusan politik sebagai kebijakan publik.
Oleh karena itu ilmu dan iman harus dihadirkan dan disandingkan oleh setiap pejabat publik (pemimpin) dalam pengambilan keputusan politik dan kebijakan publik. Sebab agama mengajarkan ilmu dan iman harus disejajarkan dalam setiap kebijakan publik, karena jika dipisahkan antara keduanya akan melahirkan perilaku kemungkaran dan kedzaliman.
Ilmu dan iman bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama. Ilmu adalah cara kita memahami ciptaannya, sedangkan iman adalah cara kita memahami sang pencipta.
Apakah tidak ada perbedaan antara pengetahuan yang didasarkan pada bukti ilmiah, dan keyakinan yang seringkali tidak dapat dibuktikan ?. Tentu ada perbedaan antara pengetahuan yang diperoleh melalui indera dan akal serta pengetahuan yang datang melalui Wahyu dan intuisi rohani. Namun perbedaan antara keduanya bukan berarti tidak boleh disandingkan. Sains mengungkapkan hukum-hukum alam yang diciptakan oleh Tuhan YME, sementara iman memberikan kita panduan untuk memahami tujuan dan makna hidup manusia.
Iman dan taqwa memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan publik karena menjadi landasan moral dan etika yang mengarahkan tindakan para pembuat kebijakan. Iman memberikan keyakinan pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, sementara taqwa mendorong tindakan yang bertanggung jawab dan menghindar dari perbuatan tercela.
*Fungsi iman dalam pengambilan kebijakan publik:*
1. Landasan Moral.
Iman memberikan pandangan tentang kebenaran dan kebaikan, sehingga pembuat kebijakan publik dapat mengarahkan keputusan pada tujuan yang luhur dan bermanfaat bagi masyarakat.
2. Ketaatan pada Ajaran Agama.
Iman mendorong pembuat kebijakan untuk mengimplementasikan nilai-nilai agama dalam kebijakan publik, seperti keadilan, kebenaran, dan kasih sayang.
3. Peningkatan Integritas.
Iman membantu pembuat kebijakan untuk menghindari korupsi dan perbuatan tercela, serta menjaga integritas dalam menjalankan tugas.
4. Pengendalian Diri.
Iman memberikan kekuatan batin untuk menahan diri dari godaan dan kepentingan pribadi, serta mengutamakan kepentingan publik.
Taqwa mendorong pembuat kebijakan untuk mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil di hadapan Tuhan YME dan masyarakat.
Oleh karena itu tidak sepatutnya ada tagline “pemisahan agama dengan negara”, sebab jika dipisahkan antara keduanya akan menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler yang tidak Berketuhanan YME. Sementara NKRI di proklamirkan pada 17 Agustus 1945 atas berkat rahmat Allah SWT, dan disahkan pada 18 Agustus 1945 sebagai Negara Yang Berketuhanan YME, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.” Ungkap, Achmad Ramli Karim
(Pemerhati Politik & Pendidikan)
Redaksi Piter Siagian