Oleh: Achmad Ramli Karim
(Pemerhati Politik & Pendidikan)
Makassar, 17 Agustus 2025 Perayaan HUT ke-80 RI dengan tema “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” mencerminkan semangat persatuan dan tekad bangsa untuk terus bergerak maju. Tema ini memiliki makna strategis dan filosofis yang mencerminkan kondisi serta harapan bangsa Indonesia di usia ke-80 tahun kemerdekaannya.
Harapan kemerdekaan Indonesia ini tertuang dalam cita-cita nasional, sebagaimana termaktub pada Alinea Ke-empat pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan dalam barang Tubuh UUD 1945. Amanat UUD 1945 yang dimaksud, adalah tujuan negara yang ingin dicapai. Yaitu; melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Khusus Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah bersama lembaga-lembaga negara (Trias politika), untuk serius mewujudkan:
Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat (3): Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dengan kata lain, mengelola “Bumi air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama, bukan untuk kepentingan pemilik modal/investot (kapitalis).
Harapan bangsa ini dipastikan bisa terwujud jika mendapatkan rahmat Allah SWT, melalui pemimpin (pemerintah) bersama para pejabat publik memiliki niat dan itikad baik yang sama, untuk sungguh-sungguh mengedepankan kepentingan publik diatas kepentingan keluarga dan kelompoknya. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang beriman kepada Tuhan YME, karena mereka memiliki sifat amanah, jujur, tegar dan berani atas karunia dan rahmat yang diperoleh dari iman dan taqwanya kepada Tuhan YME.
Kunci utama terletak pada niat dan iktikad baik para pejabat publik, agar mampu mewujudkan cita-cita nasional tersebut. Niat adalah tujuan atau keinginan untuk melakukan sesuatu, sementara iktikad adalah keyakinan yang teguh atau maksud baik yang mendasari tindakan tersebut. Dengan kata lain, niat adalah apa yang ingin Anda lakukan, sedangkan iktikad adalah bagaimana Anda akan melakukannya dengan keyakinan dan keteguhan hati.
Atas berkat rahmat Allah” adalah sebuah frasa yang umum digunakan dalam konteks Indonesia, terutama dalam pembukaan UUD 1945 alinea ketiga. Frasa ini mengandung makna bahwa kemerdekaan Indonesia diraih bukan hanya karena perjuangan bangsa, tetapi juga atas izin dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Pemimpin yang merasakan rahmat Allah akan memiliki hati yang tenang dan damai, tidak mudah gelisah atau stres menghadapi berbagai persoalan hidup karena ia yakin Allah selalu bersama mereka.
Tetapi pemimpin yang tidak beriman kepadaTuhan YME, akan mudah menghianati cita-cita bangsanya melalui pendekatan politik dagang. Bahkan hal itu, juga akan menjerat dan menjegal rakyat yang dipimpinnya untuk bersatu, berdaulat, dan sejahtera, karena sang pemimpin dikendalikan oleh sistem kapitalisme.
Memberikan HGU dan HGB kepada konglomerat/investor, akan berdampak pada lahirnya sistem monopoli ekonomi dalam bisnis. Kondisi ini bertentangan dengan sistem ekonomi pancasila, serta menghambat pemerataan akses dan pemanfaatan lahan bagi masyarakat umum yang merupakan rakyat pribumi sebagai pemilik tanah negara.
*Politik Dagang Menjegal Rakyat Bersatu Berdaulat & Sejahtera*
Makna dari 17 Agustus sangat mendalam bagi setiap warga negara Indonesia. Ini adalah hari di mana kita mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang tanpa pamrih. Hari ini juga mengingatkan kita akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi berbagai tantangan, khususnya tantangan globalisasi dan geopolitik kaum kapitalis.
Indonesia tidak sepenuhnya bebas dari kapitalisme karena sistem ini merupakan warisan sejarah yang kuat sejak masa kolonial Belanda yang memicu eksploitasi dan munculnya imperialisme sekaligus kolonialisme. Selain itu, keterlibatan modal asing serta sistem ekonomi global saat ini yang sangat bergantung pada prinsip pasar bebas, juga mengikat Indonesia dalam jaringan kapitalisme. Meskipun Indonesia tidak menganut ideologi kapitalisme secara penuh, tetapi menganut ekonomi Pancasila. Namun pengaruh kapitalisme tetap kuat dan berpotensi menggeser ekonomi pancasila mejadi ekonomi kapitalisme, dan dapat menimbulkan kesenjangan sosial serta lahirnya paham liberalisme yang mengutamakan kepentingan individu dan kelompok.
Pengaruh kapitalisme di Indonesia dimulai dari praktik eksploitasi kekayaan pribumi oleh VOC selama sistem tanam paksa, yang menjadi akar munculnya sistem ekonomi kapitalis di Indonesia. Setelah kemerdekaan, modal asing masuk ke Indonesia, memperkuat kapitalisme dan menyebabkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal dengan masyarakat miskin.
Indonesia bukan negara maju (negara industri) dan masih banyak bergantung pada modal asing, yang meskipun dapat membawa keuntungan, namun berpotensi menyebabkan eksploitasi sumber daya alam oleh negara maju. Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun belum mampu mengola bahan baku menjadi bahan jadi (manufaktur) atau industri pengolahan. Karena kaum kapitalis selalu menghalanginya untuk bangkit menjadi negara maju, melalui strategi utang serta eksploitasi ekonomi dan politik.
Sedangkan eksploitasi ekonomi dan politik adalah pendayagunaan sumber daya alam atau sumber daya manusia demi keuntungan diri sendiri atau sekelompok tertentu. Sering kali melalui pemanfaatan posisi tawar yang tidak adil, menyebabkan penderitaan bagi korban seperti ketidakadilan, kekurangan, atau perlakuan tidak manusiawi.
Meskipun Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, tapi kapitalisme dapat dilihat dalam bentuk eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing seperti Freeport di Papua, serta banyaknya pusat perbelanjaan modern seperti mall, supermarket, dan minimarket yang menggerus pasar tradisional. Selain itu, kapitalisme juga terlihat dalam sistem pendidikan nasional, melalui klasterisasi dan pembedaan kelas.
Eksploitasi Sumber Daya Alam, merupakan salah satu bebtuk kapitalisme di Indonesia, perusahaan asing seperti Freeport di Papua merupakan contoh nyata praktik kapitalisme, di mana kekayaan alam Indonesia dieksploitasi untuk keuntungan kelompok (oligarki), bukan dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran bersama. Begitu pula perkembangan pusat perbelanjaan modern, seperti; maraknya mall, supermarket, dan minimarket menunjukkan tren kapitalisme yang mengutamakan kenyamanan dan beragam pilihan, sehingga mengikis keberadaan pasar tradisional. Kapitalisme juga meresap ke dunia pendidikan melalui sistem klasterisasi atau kelas-kelas bertaraf internasional, yang menciptakan stratifikasi sosial di antara peserta didik dan berpotensi mengabaikan prinsip kesetaraan pendidikan.
“Jeratan kapitalisme” mengacu pada dampak negatif dan masalah yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis, yang sering kali dikaitkan dengan peningkatan ketidakadilan sosial, penindasan, dan ketergantungan.
Dampak kapitalisme yang dianggap menjerat ketidakadilan dan ketimpangan, karena kapitalisme dapat melahirkan ketidakadilan sosial dan ekonomi, di mana keuntungan materi menjadi tujuan utama yang menyebabkan kesenjangan antara pemilik modal dan pekerja.
Negara industri dapat menjerat dan menjegal negara berkembang untuk maju, melalui “strategi politik dagang”, seperti; (a) menciptakan ketergantungan ekonomi melalui utang dan investasi yang tidak setara, (b) membanjiri pasar lokal dengan produk impor yang lebih murah, (c) memanipulasi pasar komoditas untuk mengontrol harga dan sumber daya, serta (d) memanfaatkan kebijakan perdagangan seperti tarif dan subsidi yang merugikan industri dalam negeri.
Dalam menciptakan ketergantungan ekonomi, negara industri dapat menawarkan investasi besar atau pinjaman dalam bentuk utang kepada negara berkembang. Meskipun tampak membantu, hal ini sering kali menciptakan ketergantungan ekonomi dan memaksa negara berkembang untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi mereka demi kepentingan investor asing. ” Ungkap Achmad Ramli Karim (Pemerhati Politik & Pendidikan)
#80tahunIndonesiamerdeka.
#BersatuberdaulatrakyatsejahteraIndonesiamaju.
Redaksi Piter Siagian