http://Rajawali Times.id Reporter rajawali Times tv Haris Pranata melaporkan langsung dari Bekasi – Ketua SPSI RTMM PT Diamond Cold Storage–Sukanda Djaya MM2100, Husen, mengecam keras tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh manajemen PT Nirwana Lestari terhadap 24 pekerjanya.
Puluhan pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) RTMM Jabodetabek dan Aliansi Buruh Bekasi Melawan (BBM) kembali menggelar aksi unjuk rasa pada Senin (2/6) di depan pabrik PT Nirwana Lestari, Jalan Raya Narogong KM 7, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.
Aksi tersebut merupakan yang kedua setelah unjuk rasa pertama pada Selasa, 20 Mei 2025, tidak membuahkan hasil. Massa aksi menyuarakan tuntutan agar manajemen membatalkan PHK terhadap 24 pekerja yang dilakukan tanpa melalui dialog atau musyawarah.
Pantauan di lokasi, aksi berlangsung tertib dengan mobil komando dan pengeras suara. Aparat gabungan turut mengawal jalannya aksi untuk menjaga kondusivitas. Meski demikian, aksi menyebabkan kemacetan cukup panjang dari Jembatan Cipendawa hingga Bekasi Barat, dan telah dikeluhkan oleh warga sekitar.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja tersebut, dinilai sangat merugikan karyawan perusahaan yang mana menurut mereka belum ada kesesuaian dengan aturan bahkan perundingan tidak ada sehingga menimbulkan pertanyaan atas PHK sepihak oleh pihak perusahaan.
Perundingan yang dimaksud untuk mencapai kesepakatan antara pengusaha dan dan karyawan atau yang lazim di sebut bipartit, hal itu juga para pendemo melalui serikat pekerja akan membawa persoalan tersebut ke pihak Disnaker bidang hubungan industrial untuk bisa duduk barang karena, pihak perusahaan tidak dapat memberikan solusi kepada karyawan yang di PHK, untuk itu, mereka ingin dilakukan dialog tripartit. Dan mengharapkan ada anjuran dari disnaker.
Salah satu korban PHK, Cahyadi, yang telah bekerja lebih dari 20 tahun di perusahaan, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan manajemen.
“Seharusnya sebelum PHK ada perundingan Tapi manajemen langsung mengeluarkan surat PHK tanpa musyawarah. Ini sangat arogan, apalagi kami tidak ada masalah dan operasional perusahaan tetap berjalan lancar,” ujarnya.
Menurut Cahyadi, alasan efisiensi yang dikemukakan perusahaan tidak berdasar karena tidak ada audit internal maupun eksternal yang melibatkan serikat pekerja. Ia juga menduga adanya praktik union busting, sebab sebagian besar pekerja yang di-PHK merupakan pengurus serikat di perusahaan tersebut.
Senada dengan Cahyadi, Deni Saifudin, korban PHK lainnya, menyebut bahwa surat PHK dikeluarkan pada 14 April 2025. Namun, para pekerja menolak menandatangani surat tersebut dan telah melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi serta Kementerian Ketenagakerjaan.
“Namun hingga kini belum ada perundingan tripartit dengan perusahaan. Kami berharap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Bapak Emanuel Ebenezer, dan Bapak Dedi Mulyadi selaku pimpinan di Jawa Barat turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini,” tegas Deni.
Ia menambahkan, para pekerja yang di-PHK merupakan tulang punggung perusahaan sejak awal berdiri. Maka dari itu, perlakuan yang tidak sesuai aturan hukum sangat disayangkan.
“Kami berharap ada solusi yang adil dan sesuai ketentuan perundang-undangan,” tutupnya.
Redaksi Piter Siagian